Siprus Resmi Menjadi ‘Yunani Ke-dua’

Posted on

Tanggal 25 Maret biasanya ditayakan oleh masyarakat Siprus sebagai hari kemerdekaan, menandai kesuksesan lepas dari penjajahan kerajaan Ottoman sekitar 200 tahun silam. Namun tidak demikian halnya dengan apa yang terjadi tahun ini. Bukannya suka cita, warga Siprus dipaksa menelan pil pahit berupa bencana finansial dalam sejarah negara kecil itu.

Tidak ada yang menyangka bahwa Siprus akan mengalami musibah seperti yang dialami oleh negara tetangganya, Yunani. Demi mendapat suntikan dana talangan senilai 10 miliar Euro, pemerintah pusat harus menerima persyaratan sadis. Masyarakat yang mempunyai simpanan uang dalam jumlah besar di bank nasional kini harus merelakan dananya terpotong untuk memenuhi skema yang ditetapkan oleh pihak kreditur internasional. Lebih buruk lagi, kerusakan sistem finansial dipastikan segera menjalar ke lini perekonomian lainnya sehingga rentan menimbulkan penderitaan baru bagi warga.

Bank-bank ‘pesakitan’ yang dalam kenyataannya tidak memiliki rapor keuangan prima, cepat atau lambat harus melakukan efisiensi ekstrim. Di antaranya dengan mengurangi jumlah tenaga kerja hingga separuh angka normal. Stagnasi di pasar kredit perbankan makin menyumbat roda ekonomi dan memicu resesi berkepanjangan. Tidak heran jika aksi massa merebak di pusat ibukota dalam beberapa hari terakhir dengan agenda utama memprotes sikap pemerintah yang tunduk pada aturan Uni Eropa.

Sebagian besar bank akan dibuka kembali pada hari Selasa setelah tutup selama 10 hari terakhir. Hanya Popular Bank dan Bank of Cyprus yang dipastikan tetap tutup untuk dua hari ke depan karena pihak otoritas sedang memulai restrukturisasi kebijakan. Konsolidasi antara bank dan pemerintah diperlukan supaya tidak ada aksi penarikan dana besar-besaran oleh nasabah, khususnya yang memiliki jumlah deposit kecil. Sementara dana simpanan di atas 100 ribu Euro sudah dibekukan seluruhnya di Popular Bank dan Bank of Cyprus sebagai objek dari klausul pajak yang ditetapkan oleh Uni Eropa.

“Saya tidak senang sama sekali dengan kesepakatan ini, tapi kita tidak punya pilihan,” kilah Menteri Luar Negeri Ioannis Kasoulides. Pemerintah pasrah komponen fiskalnya diacak-acak oleh lembaga internasional demi pencapaian rasio hutang terhadap GDP nasional di bawah 100% di tahun 2020. Pihak nasabah dan deposan yang meyimpan uang banyak di bank-bank Siprus juga harus rela uangnya dipotong sampai 40% untuk membayar ‘dosa’ pelaku perbankan dan pemerintahnya. Kasus Siprus sedikit banyak hampir identik dengan apa yang dialami oleh Yunani tahun lalu. Untuk memuluskan tahapan bailout-nya, pemerintah Yunani dan Troika sepakat untuk memangkas nilai investasi pemilik modal pada aset keuangan Yunani. Kalau investor surat hutang Yunani kehilangan nilai asetnya dalam obligasi, maka klausul yang diterima Siprus jauh lebih buruk. Nasabah yang bahkan hanya sekedar menyimpan uang untuk dana pensiun juga dipaksa menerima kerugian cukup besar.

Lebih dari itu, Uni Eropa juga menaikkan pajak penghasilan modal dan laba bisnis dari setiap aktivitas ekonomi di Siprus. Klausul lainnya adalah pemberlakuan reformasi struktural, privatisasi aset negara dan menciutkan skala industri perbankan hingga sesuai aturan Uni Eropa hingga tahun 2018. “Dari sini bisa disimpulkan bahwa krisis finansial akan membuat masa depan warga Siprus jadi lebih berat lagi,” ujar Olli Rehn, Pejabat Tinggi Uni Eropa.

Tinggalkan Balasan, Alamat Email dan No HP, supaya kami bisa menghubungi Anda